DI AWAL KEHIDUPAN
Pada tanggal 5 juni 1990 terlahir seorang anak dari pasangan suami istri yang bernama Een Suhendar, S. Pd dan Eti Kurniati, anak tersebut terlahir pada saat rumah mereka di bangun. Rumah masih kerangka baru terpasang genting tanpa langit-langit, alas tanpa ubin, tembok abu campuran pasir dan semen memopok batu bata yang tersusun rapi. Dengan alas selembar tikar berwarna coklat muda polos anyaman menyerong rapih. Tepat jam 08.10 dia mulai menghirup udara bebas, siap menatap masa depan, menantang keras dan lembutnya dunia, meraskan manis pahitnya kehidupan, tangisan yang mengharukan orang-orang di sekelilingnya, dengan tubuh yang masih penuh darah, kecil, munggil, ari-ari masih menempel tepat di tengah bagian luar perut dia, pandangan matanya yang penuh makna, wajah yang bersinar, hati yang bersih membuat orang-orng terpana melihatnya. Sedih senang dirasakan oleh semua orang yang menyaksikan kehadirannya. Dengan penuh rasa kasih dan sayang dimandikan dengan air bening wangi bunga setaman, dipakaikan selembar kain dilapisi selimut untuk menghangatkan tubuhnya, kemudian ditidurkan di samping bundanya yang sudah berusaha rela mati demi kehidupannya, anak tersebut terus menangis seperti orang mengeluarkan beban dalam hidupnya, atau pun seperti orang yang meneriakan cita-citanya.
Waktu demi waktu terus berjalan anak tersebut mulai bisa merangkak, mengangkat tubuhnya dengan kedua lutut dan tangannya, berdiri, dan mulai belajar berjalan dengan sendiri pada umur 14 bulan. Pada waktu itu sang anak sakit kencing, dia menangis karena tidak kuat menahan rasa sakit yang dirasakannya. Semua cemas kemudiaan diabwa ke klinik yang jaraknya kira-kira satu3 Km dri rumahnya. Tidak ada niat untuk disunat, anak tersebut terpaksa harus disunat dalam usianya yang belum pantas. Tapi demi kebaikan dan kesehatan jasmani anak tersebut akhirnya disunat. Pak raji yang menyunat menjelaskan penyebab sakit kencing yang dirasakan anak tersebut, ternyata didalam potongan kuncup kelamin anak itu terdapat satu butir berwarna putih lonjong mirip seperti beras setengah matang. Semua orang menangis melihat kondisi anak tersebut, kemudian sesampainya dirumah anak itu minta di hidupkan lagu sunda pada tape combo yang berbentuk kotak berwarna silver. Anak itu menari di depan orang-orang yang menengoknya seolah-olah tidak merasakan sakit pada lukanya. Tamu-tamu semua tersenyum sedih melihat anak sekecil itu menari dalam kondisi yang tidak baik. Anak tersebut bukannya takut ketika ada tamu yang mengomentarinya untuk istirhat, justru dia malah tersenyum dan terus menari.
Beberapa bulan kemudian anak itu bisa bicara dengan normal meskipun dalam pelafalan hurup ER menjadi EL, diajarkan membaca buku ejaan, membaca huruf Quran yang sering kita sebut Iqra dari mulai Iqra satu. Meranjak umur satu tahun, 2 tahun sampai 5 tahun kemudian anak itu di masukan ke tempat belajar sambil bermain yang disebut Taman Kanak-kanak (TK Pertiwi). Dia merasa minder masuk tempat belajar tersebut, terhitung jari baru 7 hari dia tidak mau belajar lagi di tempat itu. Kebetulan kedua orang tuanya itu guru sekolah Dasar SDN 1 Langensari. Sekolah Dasar itu letaknya lumayan jauh dari rumahnya kira-kira 10 Km. setiap hari ingin ikut kedua orang tuanya ke Sekolah Dasar dengan menggunakan seragam Taman Kanak-kanak. Setelah beberapa hari anak tersebut ingin belajar di kelas satu SD. Waktu itu kelas satu di gurui oleh Ibu Anah yang sekarang sudah almarhum. Setiap hari ikut belajar di kelas satu dengan berseragam Taman Kanak-kanak, anak itu merasa betah belajar di kelas satu Sekolah Dasar, kemudian kedua orang tuanya berfikir untuk melanjutkan anaknya belajar di situ, dibelikan baju seragam Sekolah Dasar, buku, pensil, penghapus dan perlengkapan sekolah lainnya. Awalnya anak itu tidak mau sekolah dengan memakai seragam Sekolah Dasar. Dengan bantuan bujukan dari guru walikelas kemudian anak itu mau memakai seragam tersebut. Dalam perhatian orang tuanya mungkin ini jalan terbaik untuk anaknya. Setiap hari belajar bersama teman-temannya dengan ceria. Di sekolah itu setiap murid di anjurkan untuk menabung, anak itu beda tingkahnya dengan anak-nak yang lain. Dalam buku tabungan dia bukan ingin banyak uang yang di tabung tetapi dia ingin buku tabungannya cepat penuh, contohnya dia diberi uang seribu rupiah, dibuku tabungannya ingin ditulis untuk sepuluh hari, jadi setiap nabung seribu rupiah harus di tulis seratus rupiah sepuluh kali. Orng tuanya juga heran pada tingkah anak itu, tapi demi anaknya giat beljar orangtua dan wali kelasnya pu bisa memberi pengertian pada anak itu.
Menginjak kelas dua Sekolah Dasar anak itu sering sekali iseng pada temannya, mengejek anak yang kurang dalam belajarnya dia menyuruh temannya itu untuk belajar kambali di kelas Satu. Temannya itu sering sekali nangis gara-gara anak itu, kemudian orang tuanya member pengarahan untuk menghilangkan kelakuan seperti itu. Sedikit-sedikit sifatnya seperti itu pun hilang, kemudian orang tua dan wali kelasnya yang kebetulan masih oleh ibu anah, (Alm), memberikan pendidikan yang mendorong anak itu untuk lebih giat belajar.
Menginjak kelas tiga, baru beberapa minggu kedua orang tuanya di pindah kerjakan di SD yang berbeda, kedua orang tuanya memberikan pilihan sekolah untuk ikut ayahnya atau ibunya. Anak tersebut memilih ikut pindah sekolah dengan ibunya yang ditugaskan di SDN 2 panawangan. Sekolahnya lebih dekat dari rumahnya kira-kira 4 Km.
kemudian anak itu masuk kelas tiga di Sekolah Dasar tersebut, yang waktu itu diwali kelasi oleh Ibu Uju (alm), awalnya anak itu malu-malu, setelah beberapa minggu anak itu bisa beradaftasi dengan teman-teman barunya. Setiap hari belajar tidak pernah bolos meskipun orang ibunya ada keperluan tidak bisa masuk bekerja. Mungkin karena dekat dan banyak teman-temannya yang bertempat tinggal sama. Anak ini aktif dalam ekstrakulikuler PRAMUKA, setiap ada kegiatan PRAMUKA pasti di ikut sertakan.
Meranjak kelas empat yang kebetulan waktu itu diwali kelasi oleh Ibu Eti Kurniati, tidak lain ibu kandungnya sendiri. Anak itu ikut aktif dalam hal kesenian. Baik dalam seni musik maupun seni suara. Sampai-sampai anak itu diikutsertakan lomba pupuh perwakilan SDN 2 Panawangan antar gugus se-kecamatan Panawangan. Anak itu mendapat pengharggaan juara 2 se-kecamatan Panawangan.
Menginjak kelas lima dengan wali kelas Ibu Mamah Susilawati, S.Pd, anak itu semakin termotivasi untuk menunjukan yang terbaik kepada orang tuanya. Karena walikelasnya itu kebetulan masih sodara. Dengan giatnya belajar, di akhir semester dalam buku laporan belajar siswa mendapat rankiking 2. Dengan rasa bangga mendapat nilai ya ng memuaskan dan bisa membahagiakan orang tua.
Menginjak kelas enam dengan wali kelas Bapak Nana Juhana, S.Pd, anak itu malah jadi kendor dalam belajarnya. Di akhir semester bada buku laporan hasil belajar siswa mendapat ranking 4. Dengan penuh rasa kecewa anak itu kadang-kadang jadi suka merasa minder.
Menginjak kelas tujuh Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Panawagan, dia mulai menemukan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya. Belajar berbagai hal yang belum dia temui sebelumnya, muai dari pergaulan, teman, cara belajar, yang paling dia rasa yaitu di sekolah tidak bisa bertemu dengan orng tuanya sendiri yang selama enam tahun selalu bertemu dan bersikap manja pada orang tua. Disini dia mulai instrofeksi diri untuk mengubah cara hidupnya baik di sekolah maupun di luar sekolah. Seiring berjalannya waktu, dia mulai bisa menyesuaikan diri, apa yang harus dia lakukan pun sudah mulai bisa dia pikirkan sendiri, muali dari cara berpakaian, penampilan, belajar yang sebelumnya bila ada tugas sekolah selalu minta bantuan orang tua untuk mengerjakan, sampai masalah pribadi yang mulai menghampiri kehidupannya dia hadapi dengan penuh rasa tanggung jawab. Dia mulai menginjak masa-masa puber, mengenal perempuan sampai merasakan hal-hal yang menyangkut perasaan batin. Mungkin semua orang juga pernah merasakan hal seperti itu, sedikit demi sedikit dia mulai mencuri-curi perhatian pada seorang perempuan tepatnya pada teman sebayanya tetapi dia beda kelas. Masih bercampur dengan sifat kekanak-kanakan, masih merasa canggung menghadapi sesuatu yang belum dia temukan sebelumnya dalam kehidupan. Menginjak pada hubungan, mereka saling suka tapi belum mengerti apa artinya rasa suka yang mereka rasakan itu. Beberapa bulan mereka menjalani hubungan itu, kemudian pada satu waktu perempuan itu memutuskan untuk berteman, dia menyetujuinya dan merekapun sepakat untuk berteman.
CERITA INI MASIH BERLANJUT
TUNGGU KELANJUTANNYA
gielz_sweet@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar